Kecelakaan pesawat Air India AI171 pada Kamis, 12 Juni, di Ahmedabad, India, telah merenggut 241 nyawa di dalam pesawat dan beberapa korban di darat, meninggalkan duka mendalam dan pertanyaan besar. Insiden tragis yang terjadi hanya sekitar 30 detik setelah lepas landas ini menjadi fokus utama penyelidikan internasional. Pesawat Boeing 787-8 Dreamliner, yang merupakan kecelakaan fatal pertama bagi tipe ini sejak diluncurkan pada tahun 2011, jatuh hanya 1,5 km dari landasan pacu Bandara Internasional Sardar Vallabhbhai Patel.
Tim penyelidik dari India, Amerika Serikat, dan Inggris akan bekerja sama untuk menguak misteri di balik jatuhnya pesawat yang diawaki oleh Kapten Sumeet Sabharwal dan Kopilot Clive Kundar, dua pilot berpengalaman dengan lebih dari 9.000 jam terbang. Kapten Sabharwal sendiri telah menjadi pilot komersial selama lebih dari 22 tahun, menunjukkan bahwa pengalaman awak bukanlah faktor pemicu.
Pesawat, yang membawa 242 orang dan sekitar 100 ton bahan bakar untuk penerbangan jarak jauh ke London, lepas landas pukul 13:39 waktu setempat (15:09 WIB). Tak lama setelah itu, kokpit mengeluarkan panggilan mayday, namun tanpa ada respons lanjutan. Satu-satunya korban selamat melaporkan mendengar ledakan keras saat pesawat berjuang untuk mencapai ketinggian, sebuah detail krusial yang mengindikasikan adanya masalah serius sejak awal. Rekaman yang diautentikasi oleh BBC Verify menunjukkan pesawat terbang sangat rendah di atas area permukiman, mencapai ketinggian maksimal 625 kaki (190 m) sebelum akhirnya jatuh dengan ledakan besar. Rekaman CCTV lebih lanjut mengonfirmasi bahwa pesawat hanya mengudara selama sekitar 30 detik.
Dugaan Penyebab: Spekulasi dan Analisis Awal
Meskipun masih terlalu dini untuk menarik kesimpulan pasti, para ahli penerbangan dan pilot yang familiar dengan Boeing 787-8 telah mengemukakan beberapa dugaan berdasarkan rekaman video dan fakta-fakta awal yang tersedia.
Salah satu spekulasi paling menonjol adalah kemungkinan kegagalan mesin ganda yang sangat langka. Rekaman visual menunjukkan pesawat mengalami kesulitan lepas landas, seolah kekurangan daya dorong. Kegagalan kedua mesin secara bersamaan adalah insiden ekstrem yang jarang terjadi, seperti kasus "Mukjizat di Hudson" pada tahun 2009 ketika Airbus A320 milik US Airways berhasil mendarat di Sungai Hudson setelah menabrak kawanan burung. Seorang pilot senior menyebutkan bahwa kegagalan mesin ganda juga bisa disebabkan oleh kontaminasi atau penyumbatan bahan bakar pada sistem pengukuran presisi mesin. Jika sistem ini tersumbat, aliran bahan bakar akan terhambat dan menyebabkan mesin mati. Kendati demikian, mantan pilot Marco Chan dan ahli penerbangan Mohan Ranganathan menyatakan bahwa bukti dari rekaman video belum cukup untuk mengonfirmasi kegagalan mesin ganda. Produsen mesin GE Aerospace telah menyatakan kesiapan untuk mengirim tim ke India guna membantu penyelidikan.
Dugaan lain yang muncul dari para ahli di India adalah tabrakan dengan burung. Bandara Ahmedabad memang dikenal memiliki masalah dengan keberadaan burung, dengan 462 insiden tabrakan burung dilaporkan di Gujarat dalam lima tahun terakhir, sebagian besar terjadi di bandara ini. Insiden tabrakan burung dapat menyebabkan hilangnya tenaga mesin jika burung masuk ke dalamnya, seperti yang terjadi pada insiden Jeju Air di Korea Selatan yang menewaskan 179 orang tahun lalu. Namun, perlu dicatat bahwa tabrakan burung jarang berakibat fatal kecuali jika mempengaruhi kedua mesin secara signifikan. Dalam kasus Air India AI171, pesawat belum mencapai ketinggian yang cukup atau memiliki waktu yang memadai untuk bermanuver setelah lepas landas.
Selain itu, beberapa ahli juga mempertimbangkan kemungkinan masalah pada konfigurasi sirip sayap (flap) pesawat. Flap sangat penting untuk menghasilkan daya angkat maksimum pada kecepatan rendah saat lepas landas. Jika flap tidak mengembang dengan benar, pesawat yang sarat muatan—dengan penumpang, bahan bakar berat, dan berjuang melawan suhu tinggi—akan kesulitan lepas landas. Di Ahmedabad, dengan suhu mendekati 40°C, udara yang lebih tipis menuntut pengaturan flap yang lebih tinggi dan daya dorong mesin yang lebih besar. Kesalahan konfigurasi kecil dalam kondisi ini dapat berdampak dahsyat. Namun, pesawat 787 dilengkapi dengan Sistem Peringatan Konfigurasi Lepas Landas yang akan memberi tahu awak pesawat jika ada konfigurasi yang tidak aman. Marco Chan menilai kesalahan seperti itu "sangat tidak biasa" karena pilot memiliki prosedur dan daftar periksa untuk memverifikasi pengaturan flap. Namun, jika ini terjadi, hal tersebut dapat mengindikasikan potensi kesalahan manusia.
Langkah Selanjutnya: Kotak Hitam dan Penyelidikan Mendalam
Untuk mendapatkan jawaban pasti mengenai penyebab kecelakaan ini, penyelidikan akan fokus pada analisis kotak hitam pesawat—yang merekam data penerbangan dan percakapan di kokpit—serta pemeriksaan menyeluruh terhadap puing-puing pesawat. Data ini akan sangat krusial untuk mengungkap setiap detail yang terjadi selama 30 detik fatal tersebut.
Kecelakaan Air India AI171 adalah pengingat betapa kompleksnya sistem penerbangan dan betapa pentingnya setiap prosedur serta komponen berfungsi dengan sempurna. Saat ini, semua mata tertuju pada tim penyelidik internasional untuk mengungkap kebenaran dan mencegah tragedi serupa di masa mendatang.
Untuk informasi lebih lanjut mengenai berita dan peristiwa terkini, Anda dapat mengunjungi
Komentar
Posting Komentar